30 Januari 2021

Sanggupkah Aku Menepi dari Kebisingan Ini?


Ketika aku membiarkan imajinasiku menumpahkan keliarannya, maka penuhlah kepalaku dari ide cerita yang bahkan aku sendiri kadang-kadang merasa takut. Aku membayangkan jika itu menjadi nyata, apakah hari ini aku masih bisa menuliskannya lewat catatan ini? Mungkin tidak, karena dalam khayalanku itu aku sudah mati.  


Pada sabtu sore di bulan Oktober tahun lalu, saat aku mengalami insiden kecelakaan di jalur bukit Saim, aku masih cukup beruntung. Bagaimana jika sopir yang mengemudi tetap menginjak gas saat aku meringkuk tepat di dekat ban depan mobilnya? Kemungkinan nyawaku tidak akan tertolong, melayang bersama malaikat yang bertugas menjemputku. 


Lalu tak ada siapapun yang menolongku kecuali amalku. Amalku? Menuliskannya saja terasa sangat menyedihkan. Keseharianku sibuk dengan ponsel yang menyuguhkan dunia baru. Segala yang membuatku penasaran muncul dalam hitungan detik saat aku mengetik atau mengucapkan di mesin pencarian. Betapa ajaibnya, sampai aku tak bisa mengatur waktu. 


Ponselku berubah menjadi candu, tempat untukku mencari solusi atas setiap persoalan yang menimpaku. Telah kutanggalkan setiap pertimbangan di kepala. Aku berlari pada artikel instan yang pernah menjebakku kala itu. 


Suamiku menertawakanku saat aku melumuri kepala dengan bawang merah untuk membasmi kutu. Aku muntah-muntah tersebab baunya yang tak hilang dalam hitungan minggu. Dari mana aku dapat saran itu? Google jawabanku. Aku tersangkar dalam benda genggamanku.


Sejatinya, tak setiap saran yang ditawarkan bisa menyelesaikan persoalan. Tetapi aku terus menghibur diri dengan menyibukkan jemari melintasi setiap aplikasi. Bosan melihat status di jejaring sosial, pindah youtube. Begitu asyiknya setiap hari tanpa bosan. 


Maka jika waktu itu aku benar-benar menghadap ilahi, bagaimana dengan amalku? Teman yang akan menemaniku di dunia baru yang penuh keheningan. Aku jarang melalukan kebaikan untuk dicatat sebagai amal baik. Aku jarang mengaji. Aku jarang bersedekah. Aku bahkan hampir tidak pernah melakukan amalan sunnah seperti yang dianjurkan Nabi. 


Adakah orang yang menangisi kepergianku selain dari keluargaku? Siapa yang memandikanku, mengkafaniku, dan menyolatiku? Di bumi manakah aku akan dikuburkan? Dan apakah orang-orang akan bersimpati hadir dalam acara tahlilan tujuh hari? Berbagai pertanyaan yang membuatku ngeri terus bermunculan seperti siklus siang dan malam tak ada habisnya.


Aku masih cukup beruntung. Rupa-rupanya Tuhan masih memberiku kesempatan untuk memperbaiki diri. Tetapi aku mengabaikan dan terus melakukan kesalahan dengan menyiakan waktu. 


Sungguh malang nasibku jika aku terus terperangkap dalam sangkar genggamanku. Bagaimana aku bisa melepaskan diri? Sanggupkah aku menepi dan menyepi dari setiap hiburan yang memabukkan ini? Mungkin aku bisa, suatu hari nanti. 

30 Januari 2021