20 November 2016

Surat Terbuka untuk Muhammad Isni Habibi

(Catatan ulang tahun pernikahan keempat)

Dibandingkan kau, aku lebih cermat dalam mengingat tanggal-tanggal penting. Aku tidak pernah melupakan hari-hari bersejarah tentang orang-orang terdekatku. Terutama hari ulang tahun pernikahan kita.

Aku telah memasang kalender mini menunjukkan hari ulang tahun pernikahan kita di dinding kamar. Aku bertanya itu apa. Kau menjawab tidak tahu. Tetapi itu tidak masalah bagiku. Aku ingin kau tetap menjadi dirimu. Tidak ada aturan kau wajib menghafalkan tanggal. Tidak ada pemaksaan kau harus memberi hadiah spesial. Tetaplah menjadi dirimu yang selalu memberi kejutan di waktu tak terduga. Membelikanku tali rambut, minyak angin saat aku pusing, dan mengerokku saat tidak enak badan adalah hal yang luar biasa dan membuatku merasa berharga.

Terhitung dari 28 November 2012 lalu, kita telah memasuki hari ke-1109. Dalam seribu seratus sembilan hari itu, kita telah melalui masa-masa yang sulit. Masa penyatuan antara dua makhluk asing yang berusaha menyelaraskan tujuan. Bahasa kita memang berbeda, tetapi dengan  kegigihan dan komitmen kita mampu menyusun bahasa yang baru, bahasa yang menjadi perantara agar kita saling mengerti.

Meski demikian, piring dan sendok akan selalu menciptakan bebunyian. Dalam perjalanan rumah tangga tentu saja ada banyak cobaan yang harus dihadapi. Itulah sebabnya mengapa diistilahkan sebagai  rumah tangga. Karena memang kita ditantang untuk melalui berbagai masalah dalam menaiki tangga kehidupan untuk mencapai segala tujuan.

Aku merasa setiap kali kita mendapat masalah, akulah biangnya. Maafkan dan terima kasih selalu mau mengalah. Aku tidak mengira kau akan lebih dewasa dari yang kuprediksikan. Demikian pula aku selalu berusaha tampil lebih baik di hadapanmu dan mencoba menjadi pilihan yang tidak mengecewakan.

Menjelang ulang tahun pernikahan kita yang keempat ini, aku ingin bercerita kepadamu tentang film keluarga berjudul The Pursuit of Happyness (2006) yang baru kutonton minggu lalu. Film tersebut mengisahkan perjuangan seorang ayah dalam mencari kebahagiaan.

Chris Gardner diperankan oleh Will Smith adalah seorang ayah yang rajin, memiliki etos kerja tinggi, dan mempunyai impian besar untuk keluarganya. Dengan berlatar belakang seorang sales mesin kesehatan, ia terus berusaha menghidupi keluarganya. Tetapi kehidupan selalu menguji dan menantangnya. Kehidupan Chris yang melarat membuat istrinya tidak tahan dan meninggalkannya bersama anaknya ke New York. Bahkan saat ia diusir dari rumah kontrakannya karena menunggak uang sewa terlalu lama, ia sampai mengunci pintu toilet stasiun kereta api agar bisa tidur di dalamnya. Ia juga rela mengantri bersama ribuan masayarakat miskin tuna wisma untuk bisa tinggal dan makan gratis di gereja.

Betapa sulit dan menyedihkannya kehidupan Chris dan anaknya, tetapi ia tidak pernah menyerah. Ia juga tidak pernah mengeluh dalam merawat putranya seorang diri. Sampai akhirnya perjuangannya bertemu dengan titik terang. Setelah melalui enam bulan perjuangan dan semua kesulitan, Chris terpilih menjadi pialang saham dan memulai karirnya yang mengantarkannya pada kesuksesan menyandang gelar multi milyarder dermawan.

Aku mengagumi film ini bukan karena kesuksesan yang akhirnya diraih oleh Chris. Tapi kegigihan dan cara-cara cerdas yang dilakukannya membuatku ingin berbagi denganmu. Bagaimana pun sulitnya kehidupan yang kita lalui, aku tidak akan meninggalkanmu seperti istri Chris. Aku ingin selalu bersamamu dalam situasi apapun.

Jangan takut untuk menegurku jika aku menyalahi apa yang kujanjikan kepadamu. Aku ini manusia, dan manusia selalu memiliki alasan untuk menjelaskan kekhilafannya. Seperti saat aku malas mencuci, itu karena aku memang malas menghapi sedikit cucian dan sangat bersemangat melawan bergudang pakaian kotor. Biarkan aku hidup dengan caraku. Selama itu tidak mengabaikan tugas-tugas istri yang harus kukerjakan. Dan aku memberi kebebasan kepadamu untuk sering-sering mengecek toko online karena itu menguntungkan bagi perekonomian kita. 

Di hari ulang tahun pernikahan kita yang ke-4 kita tidak perlu membeli kue dan meniup lilin. Kita tidak perlu memesan tiket untuk bulan madu. Itu semua tidak cocok dengan gaya kita yang hidup di kampung dan serba terbatas. Romantisme tidak hanya bisa diungkapkan dengan cara meniru pasangan selebritis. Seutas senyum lima detik dalam sehari cukup untuk menjadi kado pernikahan kita.

November 2016