07 Agustus 2013

Menanti Kehadiran Si Ajaib



 
“Rencanakan dengan tepat, Cho! Kelak ketika telah sampai waktunya, kau akan merasakan betapa ajaibnya ada kehidupan lain di perut kita.”

Demikian bunyi pesan singkat dari seeorang kawan dekat saya yang sedang hamil. Saya menjadi berpikir betapa meruginya mereka yang menunda kehamilan. Alangkah bodohnya mereka yang tak mau hamil karena takut berat badan mereka bertambah. Dan apakah hanya karena seorang bocah yang akan meruskan kehidupan kita, kita menjadi merasa rugi mengorbankan kemewahan yang bersifat kesementaraan?

Barangkali memang benar bahwa pekerjaan yang paling menyenangkan bagi si pemalas adalah berkhayal.Tetapi si pemalas tak salah jika ia meluangkan banyak waktunya untuk berkhayal yang mengasyikkan. Dan hal yang paling sering menjadi tema setelah si pemalas menjadi seorang istri adalah menanti kehadiran seorang anak.

Ia yang akan mengisi hari-hari tuanya kelak. Mendoakannya ketika ia telah berpulang keharibaan-Nya. Bocah mungil yang akan melanjutkan langkahnya dalam kehidupan setelah kepergiannya.

Lihatlah ke sekeliling! Mereka yang tak berkesempatan memiliki seorang anak berkata bahwa terasa berat meninggalkan dunia fana untuk menuju alam selanjutnya, sebab tak ada yang akan mengiriminya sebingkis doa untuknya yang kesepian di alam baka. Ia tak dapat menciptakan penerus yang lebih baik darinya, yang akan menegakkan kebenaran.

“Aku merindukan bocah yang akan memanggilku Ibu dan memanggilmu Ayah. Aku merindukan tangan kecil yang akan mencium tanganku dan tanganmu. Aku menantikan hidung mungilnya yang ‘kan mengecup keningku dan keningmu. Aku ingin ia segera hadir dengan segala tingkah kelucuannya…”

Kamar ayah-ibumu, 21 Juli 2013