;Ka' Gie
Kata-katamu terus dan terus saja berlayar di atas bulan yang kau susun dari karang dan pasir Sanur.
Tepat saat surat merah muda telah pak pos sampaikan lewat deru ombak yang kesepian.
Di situlah aku berhasil membaca sajakmu: tentang lelaki kecil bertubuh memar. Dadanya sesak oleh cinta pertama yang terbakar. Menyeruakkan api pada 3 tahun penantian. Sisa-sisa darah perjuangan.
Sayang,
sungguh malang nasibmu mengeja cuaca.
Akan kubangunkan kau ruang rindu untuk menampung seluruh silap-kelih kegagalan.
Lalu,
akan kubuat musim tak lagi penting saat kita berlarian dan kucumbui engkau di sepenjang pematang.
Bali, 30 Agustus 2010.
Langganan:
Postingan (Atom)
-
Genap sembilan bulan sudah usia toko sembako Alfatihah yang dirintis suami atas dukungan penuh dari sahabatnya, Om Akbar. Beliau memberikan ...
-
Niat berkunjung ke rumah Ning An sudah lama saya agendakan. Seorang teman yang saya anggap guru karena segala apa yang terucapkan dari belia...
-
Tidak ada hidup yang instan. Semua berjalan mengikuti arus perjuangan. Langkah macam apa yang kita ambil turut menentukan hasilnya di masa d...