12 April 2010

Secangkir Kopi; Candu Rindu

#1
Malam masih belum genap umur. Di atas meja tempat kau bergadang hanya cangkir berisi ampas kopi, mungkin telah sepi dari isi. Tapi gula dan bubuk kopi, yang menari-nari dalam toples menggoda sendok untuk beirama teng-teng-teng dalam gelas. Setelah itu, mereka akan melepas aroma lewat angin yang mengepul di atas air hangat, seperti umpan.

#2
Kau amati udara yang serta-merta sibuk berlarian ke dekat hidungmu. Juga kepada ruang sunyi penuh puisi. Semua sudah tak sabar menunggu. Sementara pupil dan retina memaksa untuk mengatup kelopak mata. Semua bersipandang tanpa aksara. Namun geming hati mereka penuh ancaman: kalau saja!
Kopi memang sungguh penuh candu dan rindu.

#3
Sebenarnya apa yang kau harapkan dari malam yang panjang ini? Setelah tumpukan gelas dan sisa-sisa kopi tumpah berhasil mengundang nyamuk-nyamuk. Mungkinkah kau tengah berharap adanya sebuah kenyataan dalam perjalanan malam?
Segalanya harus ada rencana dan tour yang jelas. Bukan sekedar harapan.
Apa kau mau tersesat dengan harap bersama kopi-kopimu?
Jawab!

#4
Kawan, malam masih panjang. Meski akhirnya ia akan tiba pada saatnya. Saat cangkir-cangkir berisi kopi tengah bersedia menjadi cermin dalam sebuah pesta. Akan kusiupkan secangkir kopi gula merah yang tak biasa untukmu. Lalu nikmatilah. Sendirian…



Gubuk Cerita

Guluk-Guluk, 11 April 2010

09 April 2010

Sinestesia: Aku dan April

Bulan ini penuh pertunjukan wayang cerita Sinansari dan Mahabrata. Aku begitu menikmati kisahnya yang mengalun di antara tanggal-tanggal April. Bulan keempat yang sarat akan makna bagi tunas-tunas jagung.

April adalah bola berisi gas hidrogen yang berpijar memberikan terang dan panas bagi hidup pertamaku. Pada bulan inilah aku mengerti seberapa putih hidup ini dan seberapa wajib kita memerahkannya. April bulan putih yang membara.

Aku melihat semangat pada gerak April yang berkobar. Seolah terjadi senestesia antara aku dan ia di tubuhku. Sungguh aku ingin berbagi denganmu. Meski lewat cerita yang sulit dipercaya.



Gubuk Cerita
Guluk-Guluk, 08 April 2010

07 April 2010

Janji dalam Gelang Berempat

Kita berempat adalah bundaran manik
Menyatu dalam benang gelang coklat tua
Sesaudara, seiman, dan seperjuangan

Kitalah cahaya nyata yang akan menjadi
Surya kedua di dunia
Kitalah empat bersaudara
Yang kan terukir sepanjang sejarah
Hingga usai tanggal, bulan, tahun, dan abad
Kitalah yang akan berjuang untuk tanah air bersama

Ini bukan sumpah-serapah ataupun
kalimat dusta yag mengada-ada
Ini adalah janji sahabat berempat
Terbingkai dalam gelang berwarna millenium
Pemberian Ibu Mus’idah sejak kami menetas
dan belajar terbang di Madaris III Annuqayah

Bu Mus, gelang darimu masih kami simpan
Bersama terima kasih yang tak cukup hanya diucapkan


Guluk-Guluk, 06 April 2010
Untuk Ibu Mus’idah dan ketiga sahabatku
-bagimu teman kecilku

Datanglah seorang kawan dari
desa tetangga ke desaku
Di tangannya ia menggenggam pensil
untuk mencatat cerita-cerita hijau Tambuko
pada garis strimin jejarinya yang mungil

Diam-diam ia menyimpan rasa iri
Tapi membisik cinta dan cemburu

Hari telah sore, kawanku tetap setia
mencatat ladang-ladang hijau yang terbentang
Ibunya datang hendak menjewer
karena bermain seharian tak berpamit
Kawanku berlari di atas lumpur-lumpur yang coklat
Persis es krim rasa capucino
Lalu kejar lalu dikejar lalu mengejar
Lalu kejar-kejaran

Kawanku itu nakal, tapi ia cinta alam
Kawanku akhirnya terjatuh di bawah jebakan burung
Ia ditangkap dan dibawa pulang
Kawanku beranjak meninggalkan bekas cinta dan cemburu
Juga rindu yang memabukkan burung-burung
Lalu aku berteriak: pinanglah desaku!



Di gubuk cerita
Guluk-Guluk, 05 April 2010

Pinanglah Desaku

-bagimu teman kecilku

Datanglah seorang kawan dari
desa tetangga ke desaku
Di tangannya ia menggenggam pensil
untuk mencatat cerita-cerita hijau Tambuko
pada garis strimin jejarinya yang mungil

Diam-diam ia menyimpan rasa iri
Tapi membisik cinta dan cemburu

Hari telah sore, kawanku tetap setia
mencatat ladang-ladang hijau yang terbentang
Ibunya datang hendak menjewer
karena bermain seharian tak berpamit
Kawanku berlari di atas lumpur-lumpur yang coklat
Persis es krim rasa capucino
Lalu kejar lalu dikejar lalu mengejar
Lalu kejar-kejaran

Kawanku itu nakal, tapi ia cinta alam
Kawanku akhirnya terjatuh di bawah jebakan burung
Ia ditangkap dan dibawa pulang
Kawanku beranjak meninggalkan bekas cinta dan cemburu
Juga rindu yang memabukkan burung-burung
Lalu aku berteriak: pinanglah desaku!



Di gubuk cerita
Guluk-Guluk, 05 April 2010