Mad, nyala matamu adalah kunang kunang, malam itu
;saat kau menjelma katak bertapa dengan mahkota
Gigil angin menyapu telingaku
Lembut
Kau pintar meniup rasa
Kau lihai membisik kata
Tapi bagiku
Tak perlu kacamata untuk ku mengikat mata
Sebab aku tak rabun untuk
melihat tubuhmu yang biru, jernih, cahaya, dan panas
(hanya, aku takut terbakar…)
Ssst!
Suaramu berisik, Mad
Seperti tak tik hujan yang jatuh di seng kamar mandi
Hampir kau buat aku luluh oleh abjad
yang kau pahat pada relung relung rumah kayuku
Untuknglah
Tuhan masih melekat dalam urat
Hingga topengmu dapat kubelah
Guluk-Guluk, 04 Maret 2010
05 Maret 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
Genap sembilan bulan sudah usia toko sembako Alfatihah yang dirintis suami atas dukungan penuh dari sahabatnya, Om Akbar. Beliau memberikan ...
-
Niat berkunjung ke rumah Ning An sudah lama saya agendakan. Seorang teman yang saya anggap guru karena segala apa yang terucapkan dari belia...
-
Tidak ada hidup yang instan. Semua berjalan mengikuti arus perjuangan. Langkah macam apa yang kita ambil turut menentukan hasilnya di masa d...
2 komentar:
sip!
Posting Komentar