11 Januari 2012

P U T U S

Suatu ketika, engkau mungkin pernah mendengar petuah macam ini dari salah seorang kakak seniormu: “Jika kau bulum pernah pacaran, maka jangan pernah berniat untuk melakukannya. Sebab pacaran adalah candu dan kau akan merasakan betapa menyakitkannya menjalani hari-hari yang sendu.”

Jangan sekali-kali kau remehkan petuah itu. jangan kau anggagp itu kalimat bualan yang basi. Karena bila kau melakukan hal terlarang itu, sesuatu yang tidak kau harapkan mungkin akan terjadi. bagus bila kau sampai pada harapan. Tetapi tak ada yang tahu apa yang akan menimpamu di tengah jalan.

Aku tidak berniat untuk menakut-nakutimu. Aku tak bermaksud untuk menyinggung mereka yang tengah menjalani pacaran atau jalinan serupa dengan nama status yang berbeda. Aku hanya ingin berbagi tentang beberapa kisah para sahabat yang rupanya, mereka mengulum senyum cerianya hanya karena putus cinta.

Dalam pacaran, kau akan ditawari berbagai khayalan tentang keindahan di masa depan. Yang terlintas hanyalah bayangan kebahagiaan. Seolah tak memberimu celah pikiran dan perasaan untuk tidak melihat selain gambaran indahnya hidup bersama si dia. Bahkan para pencinta lupa untuk berpikir realistis tentang kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa depan selain dari bahagia.

Sebagian dari mereka yang mencita dan menjalin hubungan akan meluncurkan ultimatum bahwa cintalah yang telah melahirkan semangat dalam diri mereka. Cintalah yang telah memotivasi hidup mereka hingga menjadi lebih bermakna. Mereka sering menyebutnya sebagai cinta yang mengalirkan energi positif. Lebih tepatnya cinta positif.

Ada-ada saja alasan mereka untuk menentang kesejatian makna dan hakikat cinta. Meka berkesimpulan bahwa pacaran asal melahirkan sesuatu yang positif itu sah sah saja. Masak begitu ya? (hahaha ) Inilah lelucon yang kerap membuatku tertawa bila mendengarnya. Sebab kata positif hanyalah kedok bagi mereka untuk menutupi kerak lengket di balik sesuatu yang bernama pacaran.

Tapi cobahal bertanya kepada mereka yang pernah putus cinta. Dengan sigap mereka akan menjawab bahwa cinta itu adalah tai kucing. Cinta bagai rayap yang perlahan akan mengikis kayu kehidupanmu. Bagi mereka cinta hanyalah kisah fiktif tentang keindahan yang berasal dari negeri dongeng. Sebenarnya, di dalamnya tak ada keindahan. Tak ada kebahagiaan. Yang tersisa hanyalah penyesalan dan kutukan atas kesepian.

Pada dimensi tertentu, pacaran akan mengubahmu menjadi seseorang yang sama sekali tak kau kenali. Seseoarang yang berkedok dengan topeng. Sesorang yang kebingungan di rumahnya sendiri. Bahkan kau tak lagi bisa melihat sisi kemurniaan hatimu sekalipun melalui bayangan dalam pantulan cermin. Sungguh ini adalah sesuatu yang mengerikan!

Itulah sebabnya mengapa para pencinta yang gagal menuju harapan terus saja mengutuki keputusan. Semangat mereka tersulut membara hanya untuk menertawai istilah-istilah cinta yang diumbarkan dalam pacaran. Mereka menganggap kata-kata itu adalah sesuatu kekonyolan yang dapat menaklukkanmu menjadi budak. Ada sebagian dari mereka yang mengidap sindrom kalusafobik. Sepanjang waktu mereka gunakan untuk terus mengutuki para pencinta dengan segala ejektif yang lebih dari sekedar menyakitkan.

Ini adalah perbandingan dua kisah yang bermula hanya karena satu kata; pacaran. Sepintas terlalu sederhana. Tetapi cobalah menyepi di suatu senja saat langit melukis warna lembayung dengan kanvas raksasanya. Saat angin perlahan menyelinap masuk dalam pori-pori dan meniup kulit harusmu dengan begitu lembutnya. Cobalah renungkan betapa hati memang harus ditata dengan rapi.

Seusai angin berlalu. Saat kau hanya sendiri. Saat kau berdialog dengan dirimu sendiri, tanyakanlah pada hatimu yang bening tentang nyanyian burung nuri dalam sangkar jiwamu. Tanyakan kepadanya ke mana ia akan terbang bila dilepaskan. Menuju luka ataukah zona yang lebih waspada?

Karang Jati, 08 Januari 2012.

Tidak ada komentar: