Setumpuk tahu isi berceloteh. Seorang lelaki
Sore itu jalanan membagi waris, katanya.
Separuh untukmu, separuh untuknya
Lalu sekelebat perempuan menyela kata pada senar cello
“Aku memang telah menempuh ribuan kilo meter untuk
membujuk jalan agar terbelah.”
Sesosok itu mengaku diriku
Aku ambigu
Lelaki itu mematung pada garis senyum
Perempuan itu menyeret jarak, seolah lupa
kalau mereka pernah kenal
Di jalanan, aspal berubah merah
Menjadi latar dua pasang mata
Sayang,
Suara deru sepeda motor tergesa
Adalah irama potongan adegan terakhir
Dari fragmen drama spontanitas, kali itu
Aku hanya tertunduk
Di jalanan sisa bensin tumpah dalam genangan air
tersiram cahaya lampu neon
Jalanan yang basah
“Hey! Ada pelangi di malam hari,” kata tahu isi sambil menunjuk
Aku sekali lagi ambigu
Tambuko, 22 Mei 2010
07 Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
Genap sembilan bulan sudah usia toko sembako Alfatihah yang dirintis suami atas dukungan penuh dari sahabatnya, Om Akbar. Beliau memberikan ...
-
Niat berkunjung ke rumah Ning An sudah lama saya agendakan. Seorang teman yang saya anggap guru karena segala apa yang terucapkan dari belia...
-
Tidak ada hidup yang instan. Semua berjalan mengikuti arus perjuangan. Langkah macam apa yang kita ambil turut menentukan hasilnya di masa d...
1 komentar:
hanya tinggal merapikan sedikit lagi... beres.
Posting Komentar