Selain karena mati penasaran, amal hidup sesorang ternyata dapat menentukan apakah setelah dia mati akan jadi hantu atau tidak. Jika ada orang shaleh mati, jangan takut, arwahnya tidak akan gentayangan. Tapi jika yg mampus adalah penjudi, pezina dan semasa hidupnya suka nyabung ayam, maka hati-hatilah!
Seperti kisah nyata di kampungku yang geger masalah hantu, bertahun lalu. Sejak kematian bapak M yang tak bisa saya sebutkan namanya terkait kondisinya di alam barzah, hampir tidak ada warga yang berani keluar rumah menjelang magrib. Tak terkecuali Yadi, manusia antik seantero kampung.
Yadi dikenal sebagai pawang kuntilanak. Pendengarannya sangat tajam untuk membedakan suara-suara dari alam ghaib. Banyak orang datang ke rumahnya meminta bantuan mengusir arwah jahat.
Baginya dunia perhantuan seremeh mengunyah tahu. Tapi kali itu, ia bagaikan Wiro Sableng kehilangan kapaknya, tak berarti apa-apa.
Setelah seseorang bertanya kepada Yadi, ia mulai bersuara. Ceritanya, setelah tujuh hari kematian bapak M, ia berjalan di malam yang cukup larut, di tempat yang sepi, hendak mengunjungi rumah teman seperdukunannya. Ia sangat acuh pada cerita-cerita warga tentang keresahan mereka. Maksud hati, Yadi ingin menantang si hantu.
Dalam perjalanannya, ia tanpak santai dan sesekali bersiul. Tiba-tiba muncul seekor kucing hitam sebesar anjing di depannya. Kucing itu bermata besar seperti lampu senter. Tubuhnya menghembuskan bau bangkai yang mengoyak-ngoyak isi perut Yadi. Ia tersenyum tak merinding sedikitpun, karena baginya itu hal biasa. Yadi seperti sudah kawan akrab dengan hantu, seperti sudah famili. Jadi jika hanya bebaun macam itu, ia tak kan kabur. Ia hanya menutup hidungnya dan terus saja berjalan. Malah dalam hatinya ia berharap bisa berjumpa dengan sosok si gentayangan.
Tak lama, harapannya terkabul. Muncul makhluk besar di hadapannya dengan muka busuk seperti bekas gigitan ulat. Giginya lebih gelap dari gigi Mak Lemper. Matanya bolong sebelah, sebelahnya lagi meleleh ke pipi. Darah mengucur di sekujur tubuhnya. Yadi terkesiap.
Ia membaca mantra andalannya, namun makhluk dua kali lebih besar dari badannya yang mungil itu semakin mendekat. Yadi mulai kehabisan cara saat semua jurusnya telah ia coba. Makhluk itu menjulurkan tangannya seperti hendak meraihnya. Yadi berhasil melesat. Namun kali itu ia apes. Secara tak terduga lidahnya kaku. Sekujur tubuhnya bergetar hebat sebelum akhirnya tak mampu ia gerakkan. Persis seperti tengah memainkan mannequin challange.
Maka dengan sekali tangkap Yadi telah berhasil dijamah oleh makhluk di hadapannya. Kuku-kuku panjangnya mencakar pakaian Yadi sampai comopang camping. Setelah hampir setengah jam ia diuber-uber si hantu, barulah tubuhnya kembali normal. Makhluk halus yang menampakkan diri itu sirna ditelan angin. Yadi lari terkencing-kencing sembari bergumam jera tak ingin lagi berurusan dengan hantu, apapun wujudnya.
Kekalahan telaknya melawan hantu bapak M semakin meyakinkan warga agar lebih waspada. Pintu dan jendela di tutup rapat menjelan magrib. Seluruh warga seperti enggan keluar rumah, meski hanya untuk buang air kecil ke kamar mandi di halaman belakang.
Setiap malam, saya pun menyediakan seember air dan bak kosong untuk menjaga kemungkinan kepingin pipis di malam hari. Ember itu bukan hanya saya letakkan di ruang tamu, melainkan di dekat ranjang. Namun seperti undian, tibalah giliran saya sebagai tuan rumah.
Waktu itu memang musim penghujan disertai angin kencang. Kata orang Madura "bharat kapettoh" angin putaran ketujuh, merupakan puncak tergilanya angin. Dari beranda rumah muncul suara seperti kursi di tarik-tatik. Makin lama tarikannya makin panjang. Saya terjaga dan mulai panik. Saya membangunkan seluruh keluarga. Mereka semua mengaku juga mendengar hal serupa.
Ibu mencoba menenangkan dengan berdalih kalau itu sepeda miko, keponakan saya, yang lupa ia masukkan ke rumah. Tapi jelas suara itu bukan roda sepeda, melainkan kursi. Tarikan demi tarikan terus berlanjut menambah ketegangan. Suara itu terhenti saat kami sekeluarga sepakat mengaji yasin tiga kali dikhususkan untuk arwah bapak M.
Keluarga saya masih untung tidak menerima teror penampakan seperti tetangga sebelah. Mula-mula seperti ada yang melempari gentingnya dengan kerikil. Disusul lompatan mirip gerakan pocong di atap sengnya. Lalu ada tanah bekas langkah kaki memanjang. Dan terakhir ia menampakkan wajah busuknya di jendela. Si pemilik rumah pingsan berjam-jam. Setiap kali makan, isi perutnya selalu dimuntahkan.
Begitu juga dengan tetangga yang lain. Mereka semua mendapat giliran teror hantu si buruk rupa. Kadang hanya dalam bentuk bebauan, suara benda, atau sapaan hangat, "Heeemmm".
Kampung kami kembali aman saat keluarga bapak M menemukan dukun pengusir hantu paling profesional. Kabarnya di kuburannya dipasangi beras jagung, gumpalan jimat, dan ditanami bunga melati sebagai wujud lain dari harimau penjaga yg mampu mencengah bapak M keluyuran lagi.
Kejadian itu menjadi peristiwa teguran bagi seluruh warga. Jangan sekali-kali berjudi, berzina, dan nyabung ayam kalau tak ingin jadi hantu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar