26 Agustus 2019

Ironi para Peminta-minta

Empat bulan sudah saya menekuni usaha konter di pasar Ganding sejak bulan April Lalu. Suka duka orang berniaga sudah saya cicipi satu persatu. Berusaha menjalani rumah tangga mandiri agar tak selalu bergantung pada orang tua.


Pasar Ganding merupakan pasar terbesar dan teramai kedua setelah pasar Anom Sumenep, demikian komentar masyarakat. Letaknya yang strategis membuat pasar ini ramai pengunjung hampir setiap hari selain hari pasarannya yaitu Senin. Pengunjungnya bukan hanya dari kecamatan Guluk-Guluk dan Ganding saja, melainkan masyarakat dari kecamatan Pasongsongan yang lumayan jauh dengan pasar Pasongsongan dan Pasean juga memilih berbelanja ke pasar Ganding. Demikian pula masyarakat Lenteng Barat yang jaraknya lebih dekat dengan Ganding dari pada ke pasar Lenteng.


Ramainya pengunjung di Pasar Ganding ternyata juga menjadi lahan empuk bagi para peminta-peminta. Terutama di hari pasarannya, Senin. Terhitung ada sekitar enam pengemis hari ini yang menadah uang di sekitar toko tingkat Ganding. Mulai dari orang tua setengah baya, sampai adik-adik yang usinya tak sampai sepuluh tahunan.


Miris sekali melihat mereka berpakaian kumuh dan kedodoran sembari memegang gayung dengan mimik memelas. Saya penuh tanya, kemana orang tua mereka? Dan siapa dalang yang menggerakkan mereka?


Ramainya pengemis di pasar Ganding seolah-olah menunjukkan bahwa meminta adalah bagian dari profesi. Pasalnya mayoritas dari mereka orang sehat secara jasmani yang jelas masih sangat sanggup untuk bekerja.


Pernah saya jumpai penjual nasi pecel menukar uang receh kepada mereka dengan juamlah yang cukup banyak. Pernah pula saya membeli rujak kepada seorang ibu tuna netra yang kebetulan saat itu ada pengemis memita kepadanya. Dan hari ini saya dikejutkan dengan pengemis yang ditangan kirinya memegang es campur terbungkus gelas mika sementara tangan kanannya menadah meminta-minta. Ironi ini membuat saya membatin, betapa meminta-minta adalah kejahatan yang halus dan serius.


Berapapun banyaknya pengemis yang memita-minta ke konter saya, sekecil apapun pasti diuluri, karena kata suami, kita tak mampu membedakan antara pengemis sungguhan dan malaikat yang sedang ditugas menguji kedermawanan. Yang terpenting adalah niat memberi, tanpa peduli motif yang melatarbelakangi. Namun jika kamu mampu liriklah mereka yang lebih berhak, anak-anak yatim dan orang yang lebih membutuhkan.


Tidak ada komentar: