;Ka' Gie
Kata-katamu terus dan terus saja berlayar di atas bulan yang kau susun dari karang dan pasir Sanur.
Tepat saat surat merah muda telah pak pos sampaikan lewat deru ombak yang kesepian.
Di situlah aku berhasil membaca sajakmu: tentang lelaki kecil bertubuh memar. Dadanya sesak oleh cinta pertama yang terbakar. Menyeruakkan api pada 3 tahun penantian. Sisa-sisa darah perjuangan.
Sayang,
sungguh malang nasibmu mengeja cuaca.
Akan kubangunkan kau ruang rindu untuk menampung seluruh silap-kelih kegagalan.
Lalu,
akan kubuat musim tak lagi penting saat kita berlarian dan kucumbui engkau di sepenjang pematang.
Bali, 30 Agustus 2010.
31 Agustus 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
Dalam hidup kita membangun sebuah cerita. Ketika cerita itu berlalu ia berubah nama menjadi kenangan. Masing-masing kita memilikinya. Namun...
-
Selama menikah, kejutan dari suami hampir bisa dihitung jari. Bagi saya yang memang agak sedikit cuek dengan hadiah, itu adalah hal wajar. N...
-
Minggu ini saya sangat tertarik untuk membahas soal skincare bagus yang baru saya temukan. Saya mendapat rekomendasi dari seorang kawan yang...
3 komentar:
Wah, kau ada di Bali, Corn? Andai saja kau kunjungi Ubud, barangkali ada ada puisi lagi yang juga menarik, seperti puisi kali ini. Cobalah...
hehe... iyya ra.
hmmm, Ubud tempat lora dan penulis se dunia kumpul-kumpul dalam acara Ubud Writers Festival itu ya?
Corn, dah keliling-keliling ke sana. rasanya seperti melintasi wallpaper. indah nian pemandangannya...
wah...wah....baru jumpa pertama, mampu juga corn menggodaQ, hahay....nice to meet U corn... :-)
Posting Komentar