Di dering ketiga tanda sms masuk, aku akan menari
seperti sekawanan semut merah membawa gula merah.
Pada detik kesepuluh kita akan sama-sama tahu bahwa rasa kita
laksana suara kenalpot yang meletup-letup.
Huruf dan angka yang menyala-nyala, persis cahaya memar
dalam lipatan daging yang terhantam batu.
Cahaya itu sebenarnya adalah isyarat bahwa;
rindu, cinta, dan hujan merupakan siklus yang berkepanjangan
dan tak kan pernah usai.
Di tanganku, tiba-tiba ada beberapa permen gula-gula.
Entah itu dari mana dan akan kubagi dengan siapa.
Sementara,
Sebentar lagi pulsaku hangus.
Aku takut bila tak sempat berbagi manis dengannya.
Ah! Tapi kata si Kecil aku tak boleh menjadi penakut.
Lalu bagaiman caranya agar aku dapat menunjukkan permenku
saat tuts dan layar handphone sudah tak berguna?
“Apakah engkau ingin permen-permen ini?” tak ada jawaban.
Pulsa benar-benar telah hangus, tapi denyut inginku semakin akut.
Di dering ketiga sms yang kedua aku mulai gila dan menemukan mantra baru:
“Rasaku tak kan habis hanya sampai di ujung pulsa.”
Ruang rindu,
Tambuko, 02 Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
Dalam hidup kita membangun sebuah cerita. Ketika cerita itu berlalu ia berubah nama menjadi kenangan. Masing-masing kita memilikinya. Namun...
-
Selama menikah, kejutan dari suami hampir bisa dihitung jari. Bagi saya yang memang agak sedikit cuek dengan hadiah, itu adalah hal wajar. N...
-
Minggu ini saya sangat tertarik untuk membahas soal skincare bagus yang baru saya temukan. Saya mendapat rekomendasi dari seorang kawan yang...
1 komentar:
masih kurang nyambung...
Posting Komentar