Enam tahun seperti tak terasa. Aku beranjak dewasa dalam status anak titipan di desa yang bukan tempat kelahiranku. Aku berkutat dengan berbagai aktivitas: pengajian, sekolah diniyah, sekolah formal, mencuci di kali, dan bergurau bersama kawan. Tanpa bosan kutelusuri rutinitas ini sepanjang enam tahun.
Enam tahun seperti tak terasa. Pertengahan musim hujan yang sama. Embun-embun menetes dari pucuk daun mangga di depan gubuk, langit sore yang memesona dengan semburat pelangi usai gerimis, suara air berkejar-kejaran, dan bulan temaram di balik daun-daun jati. Sungguh keelokan Karang Jati telah membuatku terkapar pada kalimat subhanallah.
Enam tahun seperti tak terasa. Bapak dan Ibu menyambangiku setiap minggu. Berkumpul di tempat yang sama–––ruang tunggu di balik gubuk kantor. Mereka berkunjung untuk sekedar membawakanku serantang nasi dan lauk-pauk, menanyakan keaadaanku, serta mereka sempatkan bercerita tentang keaadaan sanak famili di rumah yang tak bisa ikut berkunjung. Tanpa keluh mereka jadikan ini sebagai rutinitas wajib.
Enam Tahun seperti tak terasa. Perjalananku ramai tapi kurasa kosong. Enam tahun lamanya dari tahun 2004 lalu aku diperintah untuk mencari jati diriku. Tapi sampai saat ini aku masih bingung bagaimana caranya untuk melihat diriku dari luar atmosfer. Aku tak tahu bagaimana cara mengeppakkan sayap dan cara terbang yang baik. Hingga sampai detik ini aku tak tahu arti diriku. Kawan bila kau tahu caranya, maka ajarila aku!
Guluk-Guluk, 20 Maret 2010.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
Dalam hidup kita membangun sebuah cerita. Ketika cerita itu berlalu ia berubah nama menjadi kenangan. Masing-masing kita memilikinya. Namun...
-
Generasi tahun 90-an pasti tidak asing dengan sinetron Gerhana. Drama serial televisi menceritakan tokoh bernama Gerhana yang lahir bertepat...
-
Selama menikah, kejutan dari suami hampir bisa dihitung jari. Bagi saya yang memang agak sedikit cuek dengan hadiah, itu adalah hal wajar. N...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar