Seorang ibu guru SMP sedang mengajar di kelas. Dia menerangkan dengan hanya membaca buku pelajaran di meja tugasnya. Suasana di kelas hening dan yang tersisa hanya suara guru itu. Setelah satu jam berlalu pelajaran itu akan segera berakhir. Ia membuka pertanyaan. Ada salah seorang anak bertanya karena memang benar-benar tidak mengerti. Susi namanya. Susi merasa heran sekaligus minder dengan jawaban ibu gurunya. Beginilah jawabannya: “Mengapa masih bertanya? Kan sudah sangat jelas. Kalau begitu belajarlah sendiri di rumah. Sekarang baca doa.” Sejak saat itu Susi menjadi takut untuk bertanya lagi.
Sebuah cerita memilukan datang lagi dari SDN yang terletak di desa terpencil. Ada seorang bapak guru yang sedang mengajar matematika. Karena muridnya tidak cepat mengerti, maka dia mencoba menggunakan kekerasan dengan cara memukuli muridnya satu per satu. Kemudian ada anak yang protes. “Pak, kata ibu saya, kalau mengajar tidak boleh menggunakan kekerasan.” Seketika itu juga muka bapak guru itu merah padam dan tak lama kemudian melontarkan kata-kata. “Kalau begitu berhentilah saja kau dari sekolah ini. Suruh ibumu itu yang menjadi guru. Toh tanpa kalian di sini, aku tetap digaji oleh pemerintah.”
Haruskah seorang guru menjadikan seorang murid takut bersekolah dan menjadikannya takut bertanya?
Guru yang baik menurut saya adalah guru yang bisa mencarikan jalan keluar bila saya tidak mengerti akan apa yang ia sampaikan, lemah lembut, tidak mudah marah (sabar), murah senyum dan baik hati kepada semua orang. Harapan saya sebagai siswa adalah proses pembelajaran yang bisa membuat siswa kreatif, cerdas dan unggul dalam setiap bidang. Bukan guru yang bisa membuat siswa menjadi patah optimis.
Pada kenyataannya banyak guru yang belum paham tentang cara menjadi guru yang profesional, tetapi tetap mengajar. Akhirnya jika seorang guru yang mengajar di kelas kemudian dikritik oleh siswa, maka pasti ia tidak mencari alternatif dari kritikan tersebut, bahkan memusuhi yang memberi kritik. Itukah wajah pendidikan kita sekarang? Sungguh menyeramkan.
Sebuah masalah pasti ada jalan keluarnya jika ada orang yang mau mencari. Salah satu jalan keluar yang baik agar guru lebih maju, unggul dan profesional adalah lembaga harus mengadakan seleksi dan proses yang benar dalam merekrut guru. Bukan model kolusi dan uang suap, seperti yang selama ini telah menjamur di dunia pendidikan kita.
Mungkin solusi ini sangat enteng dan kurang memuaskan. Tetapi apakah negeri ini sudah pernah mencoba merekrut guru dengan cara yang bersih, tanpa uang suap? Jika memang tidak, mengapa tidak dicoba? Tujuannya paling tidak agar guru di Indonesia tidak terkesan dengan sebutan guru asal masuk, tetapi guru yang benar-benar memiliki potensi dan semangat juang patriotisme.
Penulis tidak ingin menyinggung perasaan seorang guru, tetapi ingin menyadarkan bahwa negeri ini hampir tenggelam dalam hal pendidikan. Maka dari itu, seseorang yang belum siap dan belum benar-benar matang untuk menjadi guru yang profesional, janganlah bersombong hati memiliki sebutan guru agar nanti tidak mendapatkan cemoohan dari masyarakat: salah sendiri memilih jalan menjadi guru tetapi tidak siap dengan tanggung jawab yang harus diemban sehari-hari.
Oleh : Ummul Corn
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
Dalam hidup kita membangun sebuah cerita. Ketika cerita itu berlalu ia berubah nama menjadi kenangan. Masing-masing kita memilikinya. Namun...
-
Generasi tahun 90-an pasti tidak asing dengan sinetron Gerhana. Drama serial televisi menceritakan tokoh bernama Gerhana yang lahir bertepat...
-
Genap sembilan bulan sudah usia toko sembako Alfatihah yang dirintis suami atas dukungan penuh dari sahabatnya, Om Akbar. Beliau memberikan ...
2 komentar:
kok postingannya udah nunggak satu Tahun???? salam kenal!!!
bisa aja kau.... nulsi aja kalo emang dah mau nulis. itu bebas kok.. tulisan di blogmu bagus2.... salam kenal.... ini santri ra Mushtofa ya.. sukses ya.. Wah annuqayah ekarang udah keranjinan internet.. manfaatkan tuh biar pinter
salam
Bje
Posting Komentar