Oleh: Ummul Corn
Aku dapat melihat pelangi dalam sebuah botol. Botol itu bukan botol ajaib, tetapi hanya berisi 600 ml air. Di dalamnya berisi bola-bola kecil yang berwarna-warni dan setangkai ranting patah dengan beberapa daun hijau.
Bola-bola itu lucu dan menggemaskan. Aku dapat melihatnya tersenyum dan menari-nari di bawah terpaan cahaya gubuk. Sesekali mereka dapat menghiburku kala aku lara. Aku dapat merasakan mereka bernyanyi ketika botol itu kuposisikan di dekat telinga. Hal ini terkadang aku lakukan saat aku hendask tidur. Mereka seperti menggantikan nenek membacakan shalawat sebelum tidur.
Bila kau rindu padsa semua orang; ayah, ibu, kakak, nenek, Alya dan Upik---ponakanku, dan semua orang lainnya, wajah mereka seolah terbentang menjadi siluet dalam bola-bola itu. Tawa geli mereka masing-masing menyapaku dengan penuh kasih secara serempak. Bola-bola itu dapat mengobati rinduku pada semua orang. Aku dapat membunuh sepi bersama warna-warna meereka yang penuh suara.
Sungguh ini pernyataan yang sulit dipercaya, namun aku berkata jujur dan membiarkan apa menjadi adanya. Entah kau percaya atau tidak, tapi yang jelas aku ingin katakan bahwa bola-bola itu benar-benar bernyanyi dan sarat akan inspirasi.
Guluk-Guluk, 22 Pebruari 2010
Di gubuk Ceria
24 Februari 2010
19 Februari 2010
KITA ADALAH ROBOT
Pada sebuah jembatan sore
Kau tengkurap di atas hamparan karpet merah
Kuda putih menari-nari di punggungmu
Aku berada di bawah cahaya bulan
Yang violet
Matamu
Juga pedangmu
Kita bertemu di rel kereta api siang bolong
Bohong
Khayal
Semua jadi kacau
Balau
Kau tertawa
Ada apa?
Aku menangis
Mengapa?
Pada sebuah keadilan
Kita tak pernah bertemu
Kau sore keemasan
Aku malam pekat
Siang itu rumah mereka
Pertemuan kita bohong!
Kita semua tidak gila
Tapi robot
Kau tengkurap di atas hamparan karpet merah
Kuda putih menari-nari di punggungmu
Aku berada di bawah cahaya bulan
Yang violet
Matamu
Juga pedangmu
Kita bertemu di rel kereta api siang bolong
Bohong
Khayal
Semua jadi kacau
Balau
Kau tertawa
Ada apa?
Aku menangis
Mengapa?
Pada sebuah keadilan
Kita tak pernah bertemu
Kau sore keemasan
Aku malam pekat
Siang itu rumah mereka
Pertemuan kita bohong!
Kita semua tidak gila
Tapi robot
Langganan:
Postingan (Atom)
-
Genap sembilan bulan sudah usia toko sembako Alfatihah yang dirintis suami atas dukungan penuh dari sahabatnya, Om Akbar. Beliau memberikan ...
-
Niat berkunjung ke rumah Ning An sudah lama saya agendakan. Seorang teman yang saya anggap guru karena segala apa yang terucapkan dari belia...
-
Tidak ada hidup yang instan. Semua berjalan mengikuti arus perjuangan. Langkah macam apa yang kita ambil turut menentukan hasilnya di masa d...